Berbagai ritual dilakukan masyarakat
Jawa dalam menyambut Satu Suro ( jawa : tanggap warsa). Salah satunya ritual
yang digelar warga Samas, Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul.
Ritual selalu digelar tiap tahunnya untuk mengenang Maheso Suro yang dipercaya
telah mendatangkan kemakmuran warga di pesisir pantai selatan tersebut.
Satu Suro, adalah sebagai awal bulan
pertama Tahun Baru Jawa, bertepatan dengan 1 Muharam. Kalender jawa pertama
kali diterbitkan oleh Raja Mataram Sultan Agung Hanyokrokusumo 1940 tahun yang
lalu, mengacu penanggalan Hijriyah (Islam). Di sejumlah daerah di Pulau Jawa,
termasuk di Kabupaten Bantul, masyarakat Jawa masih tetap dijalani dengan laku
atau lampah bathin dan prihatin.
Hikayat
Maheso Suro
Dikisahkan oleh Sumarno, dahulu
warga Samas dilanda paceklik, tanaman pertanian tidak bisa tumbuh subur. Warga
desa selanjutnya memohon doa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Beberapa waktu kemudian warga Samas dikejutkan dengan
munculnya seekor kerbau. Kerbau berwarna hitam kelam itu, oleh perangkat desa
kemudian ditangkap dan dipelihara bersama kerbau-kerbau lokal.
Anehnya, setiap kali kerbau tiban
itu merusak sawah ladang yang dilewatinya, tanaman di atas tanah-tanah itu
justru tumbuh subur. Setelah beranak pinak, mahesa yang muncul pertama kali di
Bulan Suro itu pun menghilang entah kemana.
Karena itu, masyarakat Samas,
Srigading selalu mengenang datangnya kerbau hitam itu dengan menggelar ritual Kirab
Tumuruning Maheso Suro sejak tahun 1910.
Labuhan
Pisungsung Jalanidhi
Bulan Suro bagi warga Samas memang dianggap sakral. Selain
ritual Kirab Tumuruning Maheso Suro, sejak beberapa tahun yang lalu nelayan di
Pantai Samas menggelar prosesi Labuhan Pisungsung Jalanidhi. Sebagai ungkapan
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan agar selalu diberi keselamatan selama
melaut. Dilaksanakan bertepatan dengan hari Minggu Pon di Bulan Suro.
Prosesi diawali di halaman Bali Desa
Srigading, dengan menyembelih seekor kerbau. Selanjutnya, kepala kerbau atau mustaka
maheso beserta ubo rampe (sesaji) diarak menuju Pantai Samas.
Iring-iringan kirab menempuh jarak sekitar 3 KM, diikuti peserta berpakaian
tradisional dari berbagai elemen di Desa Srigading. Masyarakat yang menonton
kirab menyambut dengan antusias, menjadi hiburan tersendiri bagi mereka.
Sesampainya di pesisir pantai,
beberapa sesepuh setempat termasuk Mbah Jokasmo memanjatkan permohonan kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Dilanjutkan berbagai sesaji itu dimuat di kapal nelayan
untuk dilabuh ke laut selatan.
Tulisan ini merupakan kumpulan yang pernah di publikasikan oleh Yan Arief Purwanto
di sini:
- tahun 2004 : Laku Bathin Malam 1 Suro di Samas dan Parangkusumo
- tahun 2005 : Ritual Tanggap Warsa di Samas
- tahun 2006 : Mustaka Mahesa Dilarung di Pantai Samas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar